Indra Dwi Prasetyo

Work Life Balance: Mitos di Dunia yang Tidak Balance

Hidup di era modern ini, kita sebagai anak muda di Indonesia seringkali menghadapi tekanan yang luar biasa. Persaingan dalam pendidikan yang semakin ketat, persaingan di dunia kerja yang semakin sengit, dan tekanan sosial yang datang dari media sosial, semuanya bisa membuat kita merasa terbebani. Tidak jarang kita sulit menemukan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan karier dalam dunia yang tidak seimbang ini.

Mungkin kamu pernah mendengar istilah “work life balance”. Istilah ini mengacu pada pencapaian keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Namun, kali ini saya ingin membahas dalam perspektif yang berbeda yang ditulis di buku, “Off Balance: Getting Beyond the Work-Life Balance Myth to Personal and Professional Satisfaction” karya Matthew Kelly. Buku ini menantang pandangan umum mengenai work life balance. Kelly berpendapat bahwa work life balance sebenarnya adalah mitos, dan lebih penting bagi kita untuk mencapai kepuasan pribadi dan profesional secara keseluruhan.

Off Balance: Getting Beyond the Work-Life Balance Myth to Personal and Professional Satisfaction
Buku Off Balance: Getting Beyond the Work-Life Balance Myth to Personal and Professional Satisfaction

Pertama-tama, penting bagi kita untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang kita inginkan dalam hidup. Buku ini mengajarkan bahwa mencapai kepuasan pribadi dan profesional tidak selalu berarti mengalokasikan waktu yang sama di antara keduanya. Sebaliknya, kita harus fokus pada pengembangan diri secara menyeluruh, termasuk karier, hubungan personal, dan kehidupan spiritual. Dengan mengetahui dengan jelas apa yang benar-benar penting bagi kita, kita dapat mengarahkan energi kita ke aspek-aspek tersebut.

Selanjutnya, buku ini mengajarkan pentingnya mengintegrasikan kehidupan pribadi dan profesional kita. Alih-alih memisahkan antara kedua aspek tersebut, kita harus mencari cara untuk menyelaraskan mereka. Misalnya, jika kita memiliki tanggung jawab keluarga yang penting, kita bisa mencoba membawa nilai-nilai dan kualitas yang kita kembangkan di tempat kerja ke dalam lingkungan keluarga kita. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek penting dalam hidup kita, kita dapat merasakan kepuasan yang lebih dalam dan berkelanjutan.

Buku ini juga menyoroti pentingnya mengenali prioritas kita dan belajar mengatakan “tidak” ketika diperlukan. Terkadang, kita merasa terikat oleh tuntutan pekerjaan dan kehidupan sosial, sehingga kita kehilangan kendali atas hidup kita sendiri. Namun, dengan memahami prioritas kita dan memiliki keberanian untuk menolak tuntutan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan kita, kita dapat mengalami kebebasan dan kepuasan yang lebih besar.

Selain itu, buku ini menekankan pentingnya membangun kualitas hidup yang seimbang melalui praktik sehari-hari. Misalnya, mengatur waktu secara efektif, menghargai waktu istirahat dan pemulihan, serta melibatkan diri dalam kegiatan yang memberikan energi positif bagi kita. Dengan menjaga kualitas hidup yang seimbang, kita dapat mencapai kepuasan dan keberhasilan baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Terakhir, buku ini mengajak kita untuk menyadari bahwa perjalanan mencapai kepuasan pribadi dan profesional adalah proses yang berkelanjutan. Tidak ada jalan pintas atau solusi instan. Namun, dengan komitmen dan ketekunan, kita dapat mengatasi mitos work life balance dan mengarahkan hidup kita menuju kepuasan yang lebih mendalam dan berkelanjutan.

Dalam dunia yang tidak seimbang ini, mencapai work life balance mungkin terasa sulit. Namun, perspektif di atas mengajarkan kita sudut pandang yang berbeda. Dengan mengintegrasikan kehidupan pribadi dan profesional kita, mengenali prioritas, dan membangun kualitas hidup yang seimbang, kita dapat mencapai kepuasan pribadi dan profesional yang sebenarnya.

Share now
Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on email
Related articles
Beberapa waktu yang lalu, saya melakukan sebuah survei kecil di Instagram untuk mengetahui bagaimana
Persis, semenjak kemunculan sosial media baik berupa instant messenger ataupun micro-blogging sejenis Twitter dan

Leave a Reply

Your email address will not be published.