Teruntuk adik-adikku di kampus, belajarlah dengan tekun. Belajarlah dengan etos belajar yang tinggi, jika kalian memiliki teman terpintar dengan jam belajar X jam, kalian harus membuat jam belajar X+1; minimal.
Teruntuk adik-adikku di kampus, belajarlah dengan tekun. Belajar bukan hanya di dalam kelas, namun juga di luar kelas. Perbanyak jam terbangmu dengan pergaulan sosial dan masyarakat. Khatamkan masa mudamu bersama organisasi yang membesarkan dan menumbuhan, bukan mengecilkan dan mengerdilkan. 1, 2, 3 organisasi dalam satu waktu, tak mengapa. Asal engkau konsisten dan menyerap akar berfikir menjadi seorang organisator disana.
Teruntuk adik-adikku di kampus, perbanyaklah membaca buku. Dulu, sewaktu S1, saya berjanji untuk mengkhatamkan minimal 500 buku. I did it. Tapi itu dulu, janji usang 6 tahun lalu. Sekarang tantangan semakin berkembang, kalian harus membaca minimal 500+sekian buku, untuk kemudian lulus menyandang gelar sarjana dengan kepala tegap.
Teruntuk adik-adikku di kampus, perluaslah cakrawala berfikirmu. Bergumullah dengan berbagai macam ideologi, ilmu, filsafat di dalam tatanan masyarakat. Biarkan dirimu tenggelam, jungkir balik, mati suri dalam alam fikirmu. Kosongkan fikiranmu untuk siap dan menerima hal-hal baru yang bahkan engkau tidak senangi, pelajarilah. Nikmati setiap kerutan keningmu setiap bertemu dengan hal yang tidak engkau ketahui sebelumnya.
Teruntuk adik-adikku di kampus, dalam dunia jurnalistik Indonesia, kita mengenal Atmakusumah Astraatmaja, sang maestro jurnalistik yang tak lelah mengurusi UU Pers ketika dulu digenggam tirani; ia bahkan tak lulus Perguruan Tinggi Publistik. Ada pula Teten Masduki yang mengenyam studi jurusan Matematika FKIP, kemudian menjadi aktivis anti-korupsi, pula menjadi Kepala Staf Kepresidenan Jokowi saat ini. Nyambung? Tunggu dulu, ada Jokowi, seorang lulusan Kehutanan dan menjadi Presiden Indonesia!
Tidak hanya memandang mereka yang lintas jurusan ataupun tak selesai kuliah dan sukses karenannya. Banyak juga yang sukses karena akademiknya. Tirulah Pak Mahfud M.D, Pak Quraish, Pak Amin Rais, Anies Baswedan dsb. Mereka sukses gemilang bersama pula dengan karir akademik mereka.
Apa kesamaan mereka semua diatas, mereka sama-sama menyibukkan hari-hari mereka dengan banyak hal dan kegiatan. Tidak terkurung dalan ruang perpustakaan saja, mereka keluar dari zona nyamannya untuk kemudian belajar sambil memikirkan rakyat, berorganisasi. Menjalin komunikasi dengan perlbagai kelas masyarakat, dan lintas komunitas.
Teruntuk adik-adikku di kampus, apa yang kemudian membedakan kita dan manusia lainnya padahal kita memiliki 24 jam yang sama? Proses belajar itu sendiri. Kalau saja dulu M. Hatta dan Soekarno bergumul hanya di dalam perpustakaan saja, kepada siapa lantas kita merdeka? Perbanyak jam terbangmu setinggi-tingginya: “good is not enough when better is expected”.
Mengutip Pram: “menggelindinglah!”