Indra Dwi Prasetyo

Kajian Ramadhan #7: Bersyukur atas nikmat yang terulur

Bersyukur

“Dahan-dahan kehinaan tidak berkembang kecuali dari benih ketamakan”- (Al-Hikam)



Dalam nasihat hari ini, mari kita sama-sama memetik pelajaran dari Ibn’ Athaillah mengenai batasan-batasan manusia dalam pemenuhan dirinya. Bersikaplah sederhana dan penuhilah kebutuhan kita sebagaimana mestinya. Sebab, sekali saja kita meraih kebutuhan kita lebih dari yang mencukupi kita, maka kita baru sana menyuburkan benih-benih ketamakan.

Banyak batasan-batasan yang terlanggar pada saat kita berperilaku tamak, salah satunya adalah rasa malu. Begitu rasa malu kita terlepas, semua bentuk penyimpangan moral dan perilaku mudah saja kita lakukan. Lebih jauh, ketamakan akan menyeret kita kedalam tinggi angan. Mengenai hal ini, Al-Hikam berpesan sebagaimana berikut:


“Tidak ada yang dapat menyeretmu seperti ilusi (angan-angan) -(Al-Hikam)


Maka, sikap yang bijaksana adalah menghamba hanya kepada-Nya, bukan kepada angan-angan dan keinginan kita. Jadikan Allah dalam hati, dan biarkan dunia tetap di genggaman kita, agar suatu saat bisa kita lepas. Jika kita mampu terbebas dari angan-angan dan ketamakan ini, insyaallah, kita akan menjadi manusia yang ikhlas dan pandai bersyukur.


“Siapa yang tidak menyukuri nikmat, berarti sengaja membiarkan hilangnya nikmat tersebut. Sementara siapa yang menyukurinya berart mengikatnya erat. -(Al-Hikam)


 

Wallahu A’lam Bish Shawab.

Sumber: El-Hasany, I. S. (2015). Al-hikam: Untaian hikmah Ibnu Athaillah. Jakarta: Zaman

Share now
Share on whatsapp
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on email
Related articles

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top