“Allah ada, dan tiada sesuatu pun di samping-Nya, dan kini Dia sebagaimana ada-Nya semula”
(Al-Hikam)
Bagaimana kita bisa menyandingkan sesuatu selain Allah, sementara Ia adalah zat yang mutlak? Tidak ada yang mengawali-Nya, tidak ada pula yang mengakhiri-Nya. Pertanyaan kita tentang-Nya hanyalah gangguan kesadaran akan kehadiran-Nya.
Ketika kita merasa kehilangan Dia, semata karena kita yang tidak bersandar kepada-Nya. Tidak ada yang berubah, Dia adalah seperti sebagaimana ada-Nya semula, kitalah yang berubah.
“Janganlah cita-citamu tertuju pada selain Allah. Harapan seseorang tak akan dapat melampai Yang Maha Pemurah”- (Al-Hikam)
Agar bisa memiliki penghidupan yang bahagia, tentram dan tenang; maka kelurusan pandangan kita kepada Allah adalah kuncinya. Jangan meminta sesuatu selain daripada-Nya dan menaruh harapan penuh kepada selain-Nya. Kelurusan pengharapan hanya kepada Allah dinarasikan dengan baik oleh Ibn’ Athaillah pada kalimat berikut:
“Jangan memohon kepada selain Allah karena Dia-lah yang memenuhi hajatmu. Bagaimana sesuatu selain-Nya bisa mengubah sesuatu yang sudah ditetapkan-Nya? Dan bagaimana orang yang tak mampu membebaskan dirinya dari kebutuhan dapat membebaskan kebutuhan orang lain?”- (Al-Hikam)
Maka, dalam berhijrah kepada Allah, dalam bukunya, Ibn’ Athaillah meminta kita untuk berhenti meminta kepada selain-Nya. Tumbuhkan kepercayaan diri kita, lalu sapalah Allah Sang Pemenuh kebutuhan kita dengan doa-doa kita. Bekerjalah dalam keakraban yang senantiasa terpelihara dengan spektrum-Nya.
Wallahu A’lam Bish Shawab.
Sumber: El-Hasany, I. S. (2015). Al-hikam: Untaian hikmah Ibnu Athaillah. Jakarta: Zaman.
Melbourne, 20 Mei 2018