“Bu, saya mau jadi Presiden, Bu”
Dulu, banyak diantara kita yang sedari SD bercita-cita menjadi seorang Dokter, Polisi, Tentara atau Presiden! Hal tersebut merupakan cita-cita yang lumrah pada masanya.
Pada zaman itu, kita belum mengenal—atau mungkin tidak begitu akrab—dengan pekerjaan seperti content writter, entrepreneur apalagi digital technopreneur. Itu adalah pekerjaan yang umum yang baru ada beberapa waktu kebelakang. Apalagi Youtuber!
Ketika pertama kali masuk bangku SMP, saya dan teman-teman ditanya oleh Guru saya mengenai cita-cita.
“Nanti kalau sudah besar mau jadi apa?”
Teman-teman saya menjawab ada yang menjawab Guru, Dokter, Polisi, Pengusaha hingga Tentara. Saya menjawab sedikit beda
“Saya ingin jadi Presiden Bu”
Lantas, Guru saya kemudian menanggapi
“Kenapa mau menjadi Presiden?”
Saya jawab, “Saya mau merubah Indonesia, Bu!”
Hari ini, kurang lebih 12 tahun berlalu, saya kadang masih mengingat omongan-omongan polos saya entah ketika masih SD, ataupun SMP. Salah satunya adalah cita-cita menjadi Presiden.
Apakah cita-cita itu masih saya genggam? Tidak lagi. Presiden hanyalah salah satu komponen perubahan dalam masyarakat. Tentunya ada banyak sekali faktor yang diperlukan untuk merubah Indonesia yang lebih baik.
Kalau misalkan Petani tidak menggarap sawahnya, apa bisa Indonesia berjaya dalam pangan? Kalau tidak ada Polisi atau Tentara, bagaimana caranya menjamin keamanan? Kalau tidak ada Pengusaha, bagaimana caranya mendongkrak ekonomi masyarakat? Dan seterusnya.
Pendidikan kita hari ini, lebih banyak bertumpu pada hasil. Bagaimana anak-anak mampu menyelesaikan sebuah produk atau persoalan. maka, mereka yang mampu mengerjakan persoalan-persoalan tersebut, dianggap lebih baik dari yang lainnya.
Pola ini yang kemudian membentuk sebuah konsensus dalam masyarakat bahwa profesi A lebih baik daripada profesi B. Hal ini semata-mata karena profesi A diisi oleh anak-anak yang cemerlang sewaktu sekolah dulu. Tap, sebenarnya, apa tolak ukurnya? Besaran gaji? Kebermanfaatan? Atau jangan-jangan merupakan persoalan status sosial di masyarakat.
Dahulu, Rumi pernah berkata, “kemarin aku menjadi pintar, aku ingin merubah dunia. Hari ini aku menjadi bijak, aku ingin merubah diriku sendiri”.
Hari ini saya tersadar, bahwa pendidikan memang tidak mempersiapkan kita menjadi siapa-siapa. Pendidikan mempersiapkan kita untuk menjadi diri kita sendiri.